Wamen ESDM: Target Internal Lifting Minyak Lebih Besar dari Asumsi RAPBN 2018

Tesa Oktiana Surbakti
05/6/2017 13:03
Wamen ESDM: Target Internal Lifting Minyak Lebih Besar dari Asumsi RAPBN 2018
(Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar -- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

DALAM rapat paripurna Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018, sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritisi target lifting minyak yang cenderung rendah. Pemerintah dinilai pesimistis di tengah upaya menurunkan impor minyak dan mewujudkan kemandirian energi nasional.

Asumsi lifting minyak dalam postur RAPBN 2018 dipatok 771-815 ribu barel per hari (bph). Sementara target lifting minyak dalam APBN 2017 sebesar 815 ribu bph yang mana Kementerian ESDM sendiri memiliki target lifting minyak 825 ribu bph.

Menanggapi kritikan salah satu poin asumsi makro tersebut, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan sebenarnya target internal lebih tinggi. Hanya saja, dia enggan mengungkapkan besaran target internal yang dimaksud.

Arcandra menekankan telah meminta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk membuat strategi agar target internal dapat tercapai. Berikut, memanfaatkan teknologi yang dianggap mampu meningkatkan produksi minyak dalam kurun waktu singkat.

“Spiritnya 771 ribu bph, tapi target kita lebih dari itu. Untuk produksi (minyak) tahun depan kalau bisa masih di atas 800 ribu bph. Kita sebisa mungkin, sekuat tenaga agar target internal lebih dari itu (RAPBN 2018),” ujar Arcandra usai pelantikan pejabat di lingkungan Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (5/6).

Lebih lanjut, dia menuturkan capaian lifting minyak masih dipengaruhi fluktuasi harga minyak dunia. Meski belakangan terakhir, berbagai indeks harga minyak sudah di atas level US$45 per barel, namun tidak ada satupun yang bisa memastikan apakah akan terus terjadi kenaikan atau malah penurunan.

Selain itu, pihaknya berupaya mengurai hambatan dalam perizinan baik di internal maupun lintas sektoral. Di antaranya dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan pemerintah daerah.

“Kita berharap kementerian lain memahami sektor energy, makanya kita harus proaktif memberi pengetahuan dan berkoordinasi,” imbuhnya.

Adapun, Menteri ESDM Ignasius Jonan kembali menegaskan pelaksanaan program subsidi LPG (Liquefied Petroleum Gas) 3 kilogram (kg) tetap berada di bawah koordinasi Kementerian Sosial. Hal itu nantinya akan kembali digulirkan dalam pembahasan asumsi makro RAPBN 2018.

Program yang ditargetkan berjalan serentak setidaknya 1 Januari 2018 itu akan memanfaatkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang sudah dilengkapi basis data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Diketahui, jumlah masyarakat yang berhak menerima subsidi hanya 25,7 juta kepala keluarga (KK). Padahal sejak 2007 atau tepatnya begitu program konversi minyak tanah ke LPG berjalan, distribusi tabung LPG 3 kg sudah menyasar 57 juta KK.

“Sempat ada pembicaraan dengan Kepala Bappenas agar yang menerapkan subsidi tertutup LPG 3 kg itu Kementerian ESDM saja. Tapi saya tidak sepakat, biar saja di Kementerian Sosial. Karena subsidi ini langsung pada keluarga yang membutuhkan, bukan subsidi kepada barangnya,” cetus Jonan. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya