Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
BELUM stabilnya harga minyak dunia membuat industri hulu minyak dan gas bumi (migas) harus menajalankan efisiensi. Begitu pula PT Pertamina (Persero) yang masih bisa mempertahankan kinerja positif pada kuartal I 2017.
Kinerja positif tercermin dari pendapatan peseroan pada kuartal I 2017 sebesar US$10,15 miliar atau meningkat 19% jika dibandingkan dengan realisasi periode serupa tahun lalu sebesar US$8,55 miliar. Pendapatan perseroan masih ditopang sektor hilir mencakup pemasaran dan pengolahan.
Pergerakan harga minyak dunia yang sudah di atas level US$50 per barel, ikut mendongkrak harga Indonesian Crude Price (ICP) sepanjang kuartal I 2017 sebesar US$51,03 miliar. Kondisi tersebut begitu mempengaruhi pendapatan berikut EBITDA per kuartal I 2017 sebesar US$1,89 miliar atau lebih rendah dibandingkan periode serupa tahun lalu US$2,18 miliar.
Sementara laba bersih mengalami penurunan 24% dari US$1,01 miliar per kuartal I 2016 menjadi US$0,76 miliar per kuartal I 2017.
Sementara itu, realisasi belanja modal (capital expenditure/capex) per kuartal I 2017 tercatat US$ 1,1 miliar, naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$0,36 miliar. Mayoritas capex atau sekitar 40% dialokasikan untuk menopang sektor hulu termasuk akuisisi ladang migas dan kegiatan eksplorasi serta produksi.
"Kenaikan capex itu dikarenakan realisasi pembiayaan investasi tahun sebelumnya dibayarkan pada kuartal I 2017. Mayoritas untuk pembiayaan sektor hulu. Kondisi harga minyak mentah memang saat ini masih volatile, namun Pertamina relatif dapat menjaga tingkat pertumbuhan kinerja operasi di berbagai lini bisnis perusahaan," ujar Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/5).
Produksi minyak sepanjang kuartal I 2016 tercatat 337 ribu barel per hari (bph) atau naik 10 persen dibandingkan kuartal I 2016 sebesar 312 ribu bph. Peningkatan produksi juga dialami produksi gas sebesar 2% dari kuartal I 2016 1.975 juta kaki kubik per hari (MMSCD) menjadi 2.010 MMSCFD per kuartal I 2017.
Secara keseluruhan produksi migas perseroan terjadi peningkatan 6% sepanjang kuartal I 2017. Proyeksi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional sebesar 2,5 juta bph memacu perseroan untuk merealisasikan berbagai proyek kilang baik Refinery Development (RDMP) maupun New Grass Root Refinery (NGRR).
Keseluruhan proyek ditargetkan tuntas pada 2025 dengan total kapasitas menjadi 2-2,2 juta bph. Saat ini kapasitas kilang terpasang sebesar 1 juta bph. Salah satu proyek yang dipercepat untuk mencapai swasembada BBM ialah Kilang GRR Bontang dengan potensi kapasitas 400 ribu bph. Proyek tersebut digarap bersama investor lain di mana perseroan tengah mengevaluasi hasil public expose yang menjaring mitra strategis.
"Kilang Bontang sudah dilakukan Public Expose, sekarang masih dievaluasi. Dari 9 perusahaan, yang paling serius ada dua yaitu Sinopec dan Petroleum Internasional. Bulan Juni akan kita sampaikan," ujar Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Rachmad Hardadi.
Elia Massa kembali menambahkan mengenai kepemilikan saham (share) mayoritas akan dipegang mitra strategis lantaran perseroan hanya mengambil 5%-10%.
Di satu sisi, total volume pengolahan (refinery) pada kuartal I 2017 mengalami penurunan 8% yang berimbas pada penurunan total output produksi dan valuable product. Valuable product yang dimaksud meliputi produk pertamax series.
Turunnya volume pengolahan karena adanya turn around kilang yang merupakan program pemeliharaan guna meningkatkan performa kilang. Kendati demikian, Pertamina memastikan program pemeliharan kilang tidak akan berdampak signifikan terhadap kinerja kilang secara keseluruhan.
"Turn around tidak full (langsung semua kilang), kita lakukan secara bertahap. Sudah selesai overhaul yang pertama di Balongan dan sekarang sùdah normal lagi. Kemudian baru saja selesai di Balikpapan. Nanti akan menyasar Kilang Dumai," jelas Direktur Pengolahan Toharso.
Dari sisi penjualan BBM tercatat naik 5% menjadi 15,85 juta kiloliter (KL). Perseroan melihat terjadi perpindahan preferensi konsumsi bahan bakar, utamanya dari konsumen premium ke pertalite dan pertamax.
Produk Bahan Bakar Khusus (BBK) yakni pertalite dan pertamax, mengambil porsi penjualan 55,7% terhadap total penjualan gasoline yang diproduksi Pertamina. Konsumsi premium di Pulau Jawa bahkan terus turun di man saat ini hanya berkisar 40%. Pertumbuhan konsumsi juga terjadi pada penjualan non-BBM (domestic gas dan petrochemical) yang naik 6% menjadi 3,68 juta KL.
"Jadi perpindahan customer dari produk premium ke BBK kami lihat masih akan terus terjadi. Harapan kita customer lebih memilih produk yang kualitasnya lebih baik," ucap Direktur Pemasaran Muchamad Iskandar. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved