Cipta Karya Alokasikan Rp87 M untuk Pengolahan Limbah

Cornelius Eko
25/5/2017 13:45
Cipta Karya Alokasikan Rp87 M untuk Pengolahan Limbah
(Dok. MI)

DIREKTORAT Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) mengalokasikan Rp87 miliar untuk Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) dan tempat pengolahan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, recycle/TPS-3R) pada tahun ini.

Dana itu digunakan untuk membangun infratruktur program Sanimas di 126 lokasi dan TPS-3R di 75 lokasi yang tersebar di 31 provinsi.

“Kita alokasikan sekitar Rp50,4 miliar untuk program Sanimas, dan Rp37,5 miliar untuk program TPS-3R. Jadi totalnya sekitar Rp87 miliar di 2017. Jumlah itu di luar dana APBD, DAK, serta melalui sumber pendanaan lainnya,” sebut Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Sri Hartoyo, usai sosialisasi dan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) dari program itu, sekaligus kunjungan ke lapangan, di Denpasar, Bali, Rabu (24/5).

Untuk setiap lokasi Sanimas dan TPS-3S dialokasikan dana sekitar Rp400 juta sampai Rp500 juta. Namun, Hartoyo menekankan, alokasi itu sejatinya hanya bersifat rangsangan semata. Peran pemerintah daerah (pemda) dan masyarakat setempat sangat diharapkan untuk mengawal proyek ini.

“Kami bangun sistem dulu. Setelah bangun sistem, pemerintah pusat akan memberikan fasilitasi kepada pemda. Jadi fasilitasi kepada pemda itu kita juga memberikan bantuan program, dan pemerintah daerah juga akan berkontribusi menyediakan tanah, kesiapan kelembagaan, desain, pembinaan masyarakat dan sebagainya,” kata dia.

Sanimas ialah pembangunan infrastruktur jaringan limbah, khususnya limbah kamar mandi penduduk yang bakal dipusatkan pada satu atau beberapa titik. Hal ini mengurangi pencemaran limbah ke sungai atau ke saluran terbuka. Sementara TPS-3R merupakan infrastruktur yang dibangun yang ditujukan untuk mengurangi sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).

“Kalau sampah ke TPA bisa berkurang, tentunya TPA akan semakin awet. Ini juga penghematan bagi APBD daerah.”

Program Sanimas dan TPS-3R dilakukan demi mencapai target akses universal atau 100% akses bidang air minum, kumuh dan sanitasi.

Hal itu sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Berdasarkan amanat itu, Direktorat Jenderal Cipta Karya menetapkan prakarsa 100-0-100, yaitu tercapainya 100% akses air minum, 0% wilayah kumuh dan 100% akses sanitasi di akhir 2019.

Mengutip data BPS 2015, capaian akses air limbah layak di Indonesia baru mencapai angka 62,14% dan di bidang persampahan telah mencapai 86,73% (Riskesdas 2013). Dengan demikian, lanjut Hartoyo, masih diperlukan upaya keras untuk memenuhi target tersebut.

Pada acara sosialisasi itu, sebanyak 46 kabupaten/kota melakukan PKS guna memperkuat komitmen mereka untuk mendukung program Sanimas dan TPS-3R. Dengan PKS ini, masing-masing pihak terkait akan mengerti dan komit untuk melaksanakan peran mereka masing-masing.

Pada kesempatan serupa, Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Ditjen Cipta Karya Dody Krispatmadi menyatakan, belum semua pemda komit untuk melaksanakan program tersebut.

Padahal, lanjut dia, sebelumnya melalui Asosiasi Kabupaten/ Kota Peduli Sanitasi (Akkopsi), telah disepakati pemda setidaknya mengalokasikan dana minimal 2% bagi keberlangsungan program ini.

“Sebagian besar kabupaten/kota belum mengalokasikan dana 2% dari APBD untuk kedua program ini. Ada yang hanya 1% bahkan ada yang belum mengalokasikan sama sekali,” tutur dia.

Namun, sambung dia, ada juga daerah yang sangat peduli dengan program ini. Misalnya, Kota Banjarmasin yang mengalokasikan hingga 7% dari APBD. Begitu juga ada sejumlah daerah lain yang mengalokasikan hingga 5% dari APBD.

Rendahnya partisipasi daerah untuk menyokong program ini disesalkan oleh Dody. Pasalnya, kesuksesan program ini tentu bakal bermuara pada kesejahteraan warga dan kemajuan kota mereka masing-masing.

Lebih jauh ditambahkan, program Sanimas dan TPS-3R sudah mulai digarap sejak 2013. Hingga saat ini, kedua program ini sudah dilakukan di 14 ribuan lokasi. Menurut dia, program berbasis komunitas sengaja dipilih untuk mengembangan infrastruktur sanitasi dan persampahan. Musababnya, bila menggunakan pembangunan skala kota, dibutuhkan biaya yang sangat besar. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya