Millenials Paling Berani Bikin Ulah di Tempat Kerja?

Dwi Tupani
25/5/2017 03:16
Millenials Paling Berani Bikin Ulah di Tempat Kerja?
(Ilustrasi)

GENERASI millenials di Asia-Pasifik merupakan kelompok usia yang paling bersedia untuk membenarkan 'perilaku tidak etis' di tempat kerja. hal itu terungkap dalam laporan mengenai penipuan (fraud) yang dirilis Selasa (23/5).

Survei daring yang dilakukan oleh perusahaan Penasihat Investasi dan Perselisihan Penanaman Modal EY di seluruh dunia, tentang sekitar 1.700 karyawan dari perusahaan besar di seluruh Asia Pasifik, mengatakan pekerja generasi muda di wilayah tersebut cenderung akan memaafkan metode yang tidak jujur untuk 'memenangkan dan mempertahankan bisnis.'

Dalam laporan yang berjudul, "Survei Penipuan Asia Pasifik tahun 2017", menemukan bahwa 38% karyawan millenials atau Generasi-Y (didefinisikan sebagai orang berusia 25 sampai 34 tahun), jika perlu, menggunakan 'pembayaran tunai' untuk maju, jika dibandingkan dengan 28% dari seluruh responden.

Sebanyak 42% millenials yang juga akan 'memperpanjang periode pelaporan bulanan untuk memenuhi target keuangan', lebih tinggi dari 31% dari semua yang disurvei lainnya.

Tapi hasilnya tidak berarti millenials paling mungkin terlibat dalam perilaku curang. Millennials ditemukan sebagai kelompok usia yang paling tidak bersedia bekerja untuk majikan yang tidak etis, dengan responden Generasi 4-in-5 yang meyakini bahwa mereka akan mencari pekerjaan lain jika perusahaan mereka sekarang terlibat dalam skandal penipuan.

Alasan utama untuk tingkah laku yang berbeda itu ialah bahwa kebijakan perusahaan tentang perilaku etis sering dipatuhi oleh milenialls ketika dijelaskan dengan jelas tanpa banyak jargon.

"Jelas pesannya tidak selesai," ujar Chris Fordham, pemimpin APAC dari unit penipuan, kepada CNBC, mengutip kurangnya kesederhanaan dan konsistensi dalam kebijakan.

"Karyawan tidak memahaminya, mereka ingin bertindak sesuai dengan aturan, tapi mereka berjuang untuk memahami kebijakan yang terlalu penuh dengan jargon."

Namun generasi millenials tidak sendirian dalam menilai upaya kepatuhan terhadap perusahaan ialah hal yang membingungkan. Fordham mengatakan bahwa sementara 93% responden merasa bahwa struktur kepatuhan yang kuat adalah kunci dalam menentukan loyalitas mereka dalam bekerja, 85% di antaranya tidak mengerti kebijakan yang ada, menyebutnya sebagai 'panggilan bangun untuk bisnis.'

Meskipun lebih banyak kebijakan dan proses kepatuhan telah dilakukan selama tiga tahun terakhir, perluasan investasi dalam kepatuhan perusahaan benar-benar baik. Sebanyak 69% responden mengatakan bahwa mereka khawatir dengan kesalahan perusahaan.

Para responden meminta perombakan dalam sikap untuk mengatasi kurangnya perilaku etis ini. "Manajemen perlu menginvestasikan waktu dan usaha sekarang untuk memastikan bahwa tingkat pemahaman dari manual meningkat jika mereka ingin menjamin keberlanjutan angkatan kerja mereka."

Hal itu misalnya dengan kebijakan sederhana dan spesifik. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya