Indosat Beli Satelit Baru dari Tiongkok

Adhi M Daryono
18/5/2017 04:11
Indosat Beli Satelit Baru dari Tiongkok
(ANTARA/Widodo S. Jusuf)

PT Indosat Ooredoo Tbk membeli satelit baru dari perusahaan Tiongkok, yakni China Great Wall Industry Corporation (CGWIC).

Pembelian tersebut dilakukan untuk menggantikan satelit lama milik Indosat yang masa operasinya akan habis pada pertengahan 2020.

Untuk pembelian satelit tersebut, Indosat bekerja sama dengan PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) membentuk perusahaan patungan (joint venture) yang bernama PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera.

Kesepakatan kerja sama pembelian satelit itu dituangkan melalui penandatanganan kesepakatan kerja sama di antara kedua pihak, di Jakarta, kemarin.

Direktur Utama Indosat Alexander Rusli menyampaikan satelit baru tersebut menggunakan teknologi terbaru, yakni high throughput satellite (HTS) yang akan diluncurkan di Xichang Satellite Launcher Center, Tiongkok.

Satelit yang akan dibeli Indosat bersama PSN itu nantinya dinamakan Palapa Nusantara 1 atau Palapa N-1 yang diposisikan sebagai penerus Palapa-D selot orbit 113 derajat Bujur Timur.

Alexander menjelaskan CGWIC akan mengerjakan proyek satelit sekaligus mengorbitkan sehingga nantinya dioperasikan Indosat guna mendukung layanan penyiaran (broadcast) dan pita lebar (broadband) di seluruh wilayah Indonesia.

"Satelit ini diharapkan bisa menciptakan jaringan broadband internet yang luas serta memberikan layanan dengan tarif lebih murah," ungkap Alexander seusai penandatanganan kontrak pembelian satelit dengan perusahaan asal Tiongkok, di Jakarta, kemarin.

Namun, kata Alexander, satelit baru tersebut akan diasumsikan untuk layanan broadband korporasi/business to business (B to B), sedangkan konsumen bergantung pada permintaan (demand) masyarakat.

"Kebutuhan B to B selalu ada, tetapi memang margin B2B lebih kecil daripada B to C (consumer). Apakah kita mau jualnya B to B atau B to C, kami sambil jalan. Kalau B to C, demand-nya harus jalan," tutur Alexander.

Ia menargetkan Indosat bisa meluncurkan satelit baru itu sebelum Juli 2020.

Target itu berdasarkan pertimbangan satelit lama yang sudah mulai kehabisan 'bahan bakar' untuk beroperasi.

Kebutuhan besar

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengapresiasi rencana pembelian satelit itu.

Meskipun satelit baru itu hanya menggantikan satelit lama Indosat, teknologi yang ditawarkan tentunya bakal jauh berbeda.

Terlebih, kata dia, kebutuhan terhadap satelit di Indonesia sangat besar untuk menjangkau daerah-daerah terpencil.

"Pasokan satelit harus diamankan dua tahun ke depan. Penandatanganan tersebut memberikan manfaat keamanan pasokan satelit," kata Rudiantara seusai acara Konferensi Internasional Asia Pacific Satellite (Apsat) di Jakarta, kemarin.

Saat ini, jelas Rudiantara, kebutuhan satelit terutama untuk transponder di atas 50%, dan tidak lebih dari 10% yang aman.

"Karena itu, kita memerlukan tambahan kapasitas," kata Rudiantara.

Pemerintah pun, menurut dia, pada 2021 akan meluncurkan satelit high through lagi.

"Kami akan meluncurkan program satelit high turbo satelite pada 2021. Setelah itu, kami akan mencari siapa lagi yang akan meluncurkan satelit untuk pasar Indonesia. Pemerintah akan membantu untuk hal itu," pungkas Rudiantara.

(E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya