Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
KINERJA ekspor dan impor Indonesia pada April 2017 mencatatkan surplus sebesar US$1,24 miliar. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan nilai ekspor pada bulan lalu mencapai US$ 13,17 miliar, lebih besar jika dibandingkan dengan kinerja impor yang hanya US$11,93 miliar.
Kendati neraca mengalami surplus, nilai ekspor pada April tercatat lebih rendah 10,30% daripada bulan sebelumnya yang mencapai US$14,67.
Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan bahwa tren menurun memang selalu terjadi pada periode Maret ke April. Hal itu, sebutnya, sesuai dengan pola konsumsi masyarakat di Indonesia.
“Sejak 2012, nilai ekpsor dari Maret ke April selalu turun dan itu sudah menjadi pattern,” ujar Suhariyanto saat menggelar konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (15/5).
Namun, lanjut pria yang akrab disapa Ketjuk itu, nilai ekspor April tahun ini mengalami peningkatan 12,63% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Secara kumulatif, ia mengungkapkan nilai ekspor periode Januari hingga April mencapai US$53,86 miliar atau naik 18,63% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Lebih rinci, Ketjuk menjelaskan penurunan kinerja ekspor pada April dibandingkan tahun sebelumnya terjadi karena melemahnya ekspor nonmigas sebesar 7,43% dari US$13,17 miliar menjadi US$12,19 miliar.
“Penurunan terbesar ekspor nonmigas terjadi pada lemak dan minyak hewan nabati yang hanya mencapai US$1,80 miliar atau 12,23% lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$2,05 miliar,” terang Ketjuk.
Penurunan tersebut tidak terlepas dari melemahnya kinerja ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) pascaresolusi Uni Eropa terkait sawit beberapa waktu lalu.
“CPO memang agak mengalami penurunan. Kemarin yang kita khawatirkan ada di Negara-negara eropa, tetapi kalo kita lihat lagi, ternyata di Belanda masih ada kenaikan dan sebagainya. Kita harapkan akan membaik,” paparnya.
Komoditas lain yang mengalami penurunan adalah bahan bakar mineral turun 6,23% dari US$1,88 miliar menjadi US$1,76 miliar, mesin dan peralatan listrik yang turun 16,32% dari US$763 juta menjadi US$638. Selain itu karet dan barang dari karet turun 10,70% dari US$841 juta menjadi US$751 juta, serta pakaian jadi bukan rajutan yang hanya senilai US$292 juta, turun 20,94% dari US$369 juta.
Namun, di sisi lain, terdapat beberapa komoditas yang tetap mengalami peningkatan seperti bijih, kerak dan abu logam.
“Komoditas tersebut mengalami kenaikan yang sangat signifikan dari US$141 juta menjadi US$353 juta. Timah dan tembaga juga mengalami peningkatan yakni masing-masing sebesar 9,23% dan 22,42%. Serta kapal laut yang nilainya naik dari US$29,6 juta menjadi US$94,2 juta,” tuturnya.
Terkait Negara tujuan ekspor, Tiongkok, Amerika Serikat dan India masih menempati posisi tiga teratas dengan kontribusi masing-masing sebesar 12,81%, 11,55%, dan 9,40%.
Kebijakan proteksi yang kencang bergaung pada awal masa pemerintahan Donald Trump sebagai presiden AS pun dianggap belum menunjukkan sebuah efek yang nyata.
Ketjuk menyebutkan, Jawa Barat menjadi pemberi kontribusi terbesar terhadap kinerja ekspor dengan menyumbang 17,14% dengan komoditas andalan kendaraan dan bagiannya, serta masin dan peralatan listrik.
Disusul Jawa Timur dengan komoditas andalan perhiasan dan CPO sebesar 11,04% serta Kalimantan Timur dengan batubara dan CPO sebesar 10,58%.
“Kami harapkan provinsi lainnya dapat terus didorong supaya bisa memberikan kontribusi yang juga lebih besar,” tandasnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved