Keamanan Digital Perlu Diperkuat

Gnr/S-1
15/5/2017 11:23
Keamanan Digital Perlu Diperkuat
(Ilustrasi)

KIAN cepatnya transformasi bisnis industri keuangan dan jasa finansial ke arah digitalisasi membuat serangan siber terhadap industri itu pun meningkat cukup pesat.

Data yang dirilis NTT Security melalui Global Threat Intelligence Report 2017 menunjukkan 14% serangan siber yang terjadi di seluruh dunia menyasar industri jasa finansial.

Data riset terbaru menyebutkan serangan selalu mengalami kenaikan tiap tahunnya. Serangan yang terjadi biasanya menggunakan malware, berupa pishing dan ransomware yang menyasar akun pribadi pengguna jasa keuangan dan finansial. Kerugian diperkirakan mencapai jutaan dolar Amerika Serikat.

Terkait dengan hal itu, Country Head Dimension Data Indonesia Hendra Lesmana menilai perlu ada penguatan infrastruktur keamanan digital bagi industri keuangan dan jasa finansial.

“Bila perlu, ekosistem keamanan digital dimasukkan asuransi keamanan siber. Itu yang akan menjamin keamanan dana dan data nasabah, juga keberlangsungan industri itu. Saat ini serangan siber bisa terjadi setiap saat dan setiap waktu. Kalau dikalkulasi setiap tahun bisa ada 6,2 miliar serangan siber, setara jumlah manusia di bumi,” kata Hendra kepada pers di Jakarta, Selasa (9/5).

Hendra menilai peran pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mulai tegas dengan adanya peraturan yang menyangkut industri keuangan berbasis digital. Namun, Hendra mengakui, pesatnya perkembangan teknologi daring akan membuat posisi regulator sebagai pihak yang selalu tertinggal.

General Manager Security Solutions Dimension Data Asia Pasifik Neville Burdan mengatakan ancaman yang terjadi di industri keuangan dan jasa finansial secara terus-menerus bukanlah hal yang mengejutkan. Itu terjadi karena organisasi tersebut memiliki aset digital yang besar dan data pelanggan yang sensitif. “Mendapatkan akses pada aset digital dan data pelanggan tersebut memungkinkan para pelaku kejahatan siber untuk mendapatkan keuntungan dari informasi pribadi nasabah dan data kartu kredit,” kata Burdan sambil mengungkapkan sumber serangan phising terbesar berasal dari Amerika Serikat, Belanda, dan Prancis.

Vice President Regional Asia Pasifik NTT Security Raymond Teo mengungkapkan industri jasa keuangan dan jasa finansial merasa kurang aman karena adanya faktor ketidaksiap­an dalam mengatasi serangan siber. Hal itu berkaitan dengan sumber daya yang dimiliki perusahaan tersebut.

Padahal, menurutnya, keamanan siber bisa disusupkan dalam tim respons darurat yang berada di bawah tim penanganan risiko. “Industri perbankan biasanya punya tim khusus yang menangani sejumlah hal dan dapat melakukan banyak hal terkait dengan keamanan nasabah,” ujarnya. (Gnr/S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya