Pola Bisnis E-Commerce makin Inovatif

Ghani Nurcahyadi
15/5/2017 11:00
Pola Bisnis E-Commerce makin Inovatif
(dyandra.com)

ASIA yang dihuni 55% penduduk bumi diprediksi menjadi basis perkembangan bisnis e-commerce terbesar di dunia. Perkembangan itu juga terjadi di Indonesia. Pertumbuhannya didorong kelas menengah, tingginya budaya konsumsi, serta pengguna internet keempat terbesar di Asia.

“Ini tentu menjanjikan bagi raksasa-raksasa e-commerce global untuk berlomba-lomba memasuki pasar Asia Tenggara sehingga menjadikan kawasan ini mencapai posisi keemasan dan stra­tegis dalam persaingan global. Tidak berlebihan terminologi Jack Ma (pendiri Alibaba) yang menyebutkan 2016 ialah tahun pembuka dan 2017 ialah tahun utama bagi industri e-commerce,” kata Ketua Umum Indonesia E-commerce Association (Idea) Aulia E Marinto dalam ajang Indonesia E-commerce Summit & Expo (IESE) 2017, di Serpong, Kamis (11/5).

Bahkan, jelas Aulia, pada tahun ini pebisnis e-commerce lokal, regional, dan global akan meningkatkan pola permainan bisnis dan mereka bakal semakin inovatif. Berbagai inovasi model bisnis muncul, mulai belanja daring kebutuhan bisnis sampai belanja produk finansial. Semuanya semakin menarik investor serta pasar.

“Dengan melihat prospek luar biasa ini, artinya keinginan dan harapan bahwa Indonesia menjadi ‘The Next China atau India’ dalam dunia e-commerce tidak mustahil untuk dicapai. Karena itu, perlu sinkronisasi effort yang harus diupayakan bersama-sama oleh seluruh ekosistem industri ini agar akselerasi maksimal bisa terjadi. Melalui IESE, kita berupaya mengupas segala hal tentang e-commerce mulai pemberdayaan, akselerasi, hingga pemecahan masalah,” tambah Aulia.

Omni-Channel
Perkembangan e-commerce tidak serta-merta akan mematikan bisnis luar jaringan (luring/offline). CEO of MAP Group VP Sharma mengungkapkan secara global, 92% konsumen masih berbelanja langsung di toko fisik. Di Indonesia, angkanya malah 99%. “(E-commerce) hendaknya tidak dilihat sebagai salah satu ancaman, tetapi sebagai satu perubahan yang bisa diterima dan diadaptasi pelaku bisnis ritel,” kata dia.

Pada kesempatan sama, CEO of Blibli.com Kusumo Martanto menyampaikan hal senada. Menurutnya, masyarakat umumnya masih menganggap pentingnya melihat fisik produk, bertemu, dan mendengar penjelasan penjual.

Selain itu, masih banyak masyarakat yang belum memahami, bahkan masih takut bertransaksi melalui e-commerce, terutama di luar kota besar. Perilaku konsumen tersebut membuat pedagang harus kreatif dalam menjalankan bisnis e-commerce, yang sekaligus mengadopsi penjualan luring.

Karena itu, saat ini mulai berkembang strategi omni-channel yang memadukan strategi pemasaran offline dan online. Melalui strategi tersebut, para peritel memiliki peluang untuk menjual produk tanpa dibatasi waktu.
Head of Innovation and Omni-Channel of Sephora Digital SEA Simon Torring menjelaskan pengadopsian omni-channel membutuhkan investasi besar. Selain itu, tiga hal penting diperlukan, mulai sistem, teknologi, hingga pelatihan/insentif.

“Di masa depan, inovasi dalam e-commerce perlu dikembangkan agar pelaku industri ini bisa bertahan dan menang,” tandasnya. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya