Pemerintah Harus Tegas terhadap Eropa

09/4/2017 12:30
Pemerintah Harus Tegas terhadap Eropa
(ANTARA/FB Anggoro)

Keputusan Parlemen Eropa yang mengesahkan Report on Palm Oil and Deforestation of Rainforests (RPODR) dianggap perlu ditanggapi serius oleh pemerintah Indonesia. Laporan studi sawit yang secara khusus dan sepihak itu menyebut Indonesia memiliki persoalan sawit yang besar terkait dengan isu korupsi, pekerja anak, pelanggaran HAM, penghilangan hak masyarakat adat, dan lain-lain.

"Kita sudah ikuti semua ketentuan mereka tentang kemarin di COP 21 dan 22, bahkan Indonesia menjadi negara pertama yang meratifikasi. Seluruh stakeholder yang ada di Indonesia telah menunjukkan perhatiannya terhadap perubahan iklim dunia. Saya pikir laporan parlemen Eropa itu tidak beralasan," ujar anggota Komisi IV DPR, Edhy Prabowo, saat diwawancarai Media Indonesia, kemarin.

COP adalah singkatan dari Conference of Parties, pertemuan tahunan yang menjadi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim. COP 21 dilaksanakan di Paris, Prancis pada 2015. Setelah itu, COP 22 digelar di Maroko pada 2016.

"Saya rasa ini berlandaskan kepentingan bisnis. Kalau mau buka-bukaan, yang merusak iklim adalah pembangunan di negara industri, terutama Eropa," imbuhnya.

Hal senada dikatakan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Joko Supriyono. "Apa yang dituduhkan terlalu general sebab deforestifikasi bukan hanya terjadi di Indonesia," ujarnya.
Meski begitu, Edhy juga meminta pemerintah introspeksi.

"Penegak-an hukum harus lebih gencar dilakukan pada pihak-pihak yang melanggar. Termasuk kasus pelanggaran HAM dan pelibatan anak di bawah umur sebagai pekerja di perkebunan sawit," ujarnya.
Edhy mengatakan, DPR akan mendukung segala bentuk sikap tegas pemerintah, kalau perlu memboikot produk-produk Eropa.

"Pemerintah harus berani. Kalau Eropa berani melakukan tindak-an sepihak, mengapa kita harus mengajak bicara mereka lagi. Saya yakin kita tidak sendirian. Negara produsen sawit bukan hanya Indonesia. Kita harus galang semua kekuatan yang ada.

" Pengamat Lingkungan Hidup Universitas Indonesia Tarsoen Waryono menyatakan, pemerintah tidak perlu khawatir mengenai langkah Eropa tersebut. Meski Eropa tak bakal membeli sawit Indonesia, masih banyak negara lain yang bisa jadi potensi pasar. "Yang perlu dipikirkan mungkin ialah mengubah strategi pasar," ujarnya.
Sekjen GAPKI Togar Sitanggang mengungkapkan, pihaknya masih menunggu kelanjutan dari keputusan parlemen Eropa tersebut.

"Itu masih belum berbentuk regulasi, sehingga memang belum akan berdampak langsung kepada penjualan," terang Togar.
Dia juga optimistis peluang pasar sawit Indonesia masih cukup besar, meski diakuinya untuk membuka pasar baru tidaklah sederhana. Pro/Mut/Dro/E-2



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya